Jumat, 12 Februari 2016

Polemik Agama Sunda


1. Sangatlah berdosa kepada Ki Sunda jika yang mengaku jati dirinya Sunda, tapi malah mengingkari dan menistakan agama karuhun-nya sendiri, agama Sunda; seraya mengagungkan keyakinan budaya, keyakinan beragama, dan karuhun “bangsa asing” yang bukan miliknya Ki Sunda.
 Sungguh terpuji jika masih ada Rawayan Sunda yang dengan tegar dan tegas mau mendeklarasikan dan mewajibkan lagi agama Sunda menjadi anutan seluruh wangsa Sunda yang merasa dirinya seuweuh siwi karuhun Sunda yang berjiwa Sunda.
 Vitalitas budaya Sunda akan tumbuh subur jika orang Sundanya mau kembali kepada jati diri dan warisan budaya (culture heritage) karuhun-nya, sebagai tonggak merentang ke depan yang lebih gemilang.
 Kalimat pembuka tersebut saya kutip sepenuhnya dari leaflet yang diterbitkan secara resmi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Sebagai salah satu kutipan dari lembar kesimpulan makalah Anis Jatisunda berjudul “Sistem Religi dan Nilai Spiritual Ki Sunda dari Masa ke Masa”. Disampaikan dalam seminar “Napak Lacak Ki Sunda” di Bogor pada tanggal 13 Agustus 2005.

2. ADA tanda strip di Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Engkus Ruswana. Atheiskah orang ini? Kesalahan komputer di catatan sipil? Atau lebih serius lagi: dia sedang dalam kontrol negara?
Ruswana bapak dari tiga anak, yang kesemuanya tak pernah punya pertalian dengan kasus-kasus yang dapat dianggap membahayakan negara.
Saya baru tahu di belakang hari kalau KTP strip itu ternyata penanda buat seorang penghayat aliran kepercayaan. Ruswana memang pemeluk Agama Buhun, suatu aliran kepercayaan yang bersumber dari ajaran-ajaran Mei Kartawinata.

3. Dewi Kanti adalah salah satu contohnya. Sebagai penganut agama kepercayaan Sunda Wiwitan, dia harus berjibaku dengan petugas catatan sipil Kabupaten Kuningan (Jawa Barat), gara-gara dia ingin menikah dengan cara leluhur menikahkan mereka. Padahal sang suami, Okky Satrio yang Katolik tidak keberatan dengan permintaan Dewi. Beberapa tokoh agama lain pun seperti Islam, tidak mempersoalkannya.

Di Tatar sunda ada banyak sekali komunitas berbasis sunda, dari politik, budaya, dan kepercayaan, ada yang mendirikan dengan bentuk badan hukum, ada juga yang bersifat tradisional (kedaerahan), komunitas kesundaan yang sudah lama ratusan tahun dikenal contohnya kampung naga di tasikmalaya, kampung urug di bogor, ciptagelar banten selatan, dan baduy. 3 komunitas yang disebut pertama memeluk agama islam dengan taat, dan dalam kehidupan sehari hari menjalankan budaya sunda, sedangkan baduy belum memeluk islam, masih memegang kepercayaan leluhur mereka yang sudah ribuan tahun sebelum islam, hindu, budha, masuk ke tanah air, kepercayaan mereka adalah sunda wiwitan. Semua komunitas kesundaan yang disebut tadi mempunyai hubungan baik dengan masyarakat sekitar, bahkan banyak sekali turis mengunjungi lokasi mereka sebagai wisata, mereka memegang adat sunda dengan 'peguh' yaitu menjaga kehamornisan antara alam dan manusia, alam mereka menjaga keseimbangan tidak merusak tatanan yang sudah digariskan Tuhan YME, dengan manusia mereka bersikap someah, saling membantu, tidak mencela apalagi mencari kesalahan orang atau kelompok tertentu, dan tradisi ini sudah ratusan tahun mereka jalankan.
Keharmonisan tatar sunda yang sudah ratusan tahun itu tersentak ketika muncul pernyataan dari kelompok yang merasa mereka itu didiskriminasi karena berbeda agama, bahkan mereka menuntut agamanya itu ingin dicantunkan dalam KTP, mereka merasa pemerintah bertindak tidak adil, tidak melindungi setiap warga negara dalam menjalankan kepercayaannya. Ironisnya mereka sering mencela agama lain dengan mengatakan agama impor, islam adalah agama impor dari arab,  agama islam adalah agama orang arab, ada juga mereka memfonis bahwa islam perusak budaya sunda, bahkan banyak juga beranggapan islam melakukan pemaksaan dalam ajarannya.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang kepercayaan kelompok ini,  kita lihat sejarah ke belakang di tanah jawa ratusan tahun ke belakang.
Setelah perang jawa 1825-1830, belanda mengalami kerugian besar yang pernah dialami selama menduduki nusantara, untuk mengganti dan mencegah terjadi lagi serta mengganti semua kerugian itu belanda menjalankan beberapa cara : 1.tanam paksa 2. mengawasai secara ketat semua orang yg terkait pemberontakan, 3.menyebarkan faham faham kepercayaan yang memecahkan persatuan bangsa. Apalagi di akhir pemberontakan perang jawa, di jawa tengah muncul seorang pujangga besar yang syair syair-nya membuat belanda ketar ketir, karena dalam syair-nya sang pujangga, menulis ramalan tentang kemerdekaan indonesia, pujangga itu adalah Ronggo Warsito, sang pujangga selain ditahan, belanda juga berusaha menetralisir paham/ramalan Sang Pujangga dengan membuat syair syair/ramalan tandingan yang isinya kontroversi karena bersifat memecah persatuan bangsa.
Serat Dharmogandul yang penulisnya tidak diketahui, hanya mencantumkan nama Ki Kalam Wadi, ada yang menafsirkan Kalam Wadi adalah Rangga Warsita, pihak penjajah sengaja membawa opini ini agar mebatasi ruang gerak Rangga Warsita, tetapi jika diteliti lebih detail isi serat Dharmogandul sangat bertentangan dengan karya Ronggo Warsito lainnya, dharmogandul memojokkan kaum muslim dan para penyebar agama islam walisongo, rupanya belanda ingin memfitnah Ranggo Warsito dengan karya serat dharmogandul, perkiraan belanda mempunyai 2 keuntungan, satu menetralisir paham ramalan kemerdekaan indonesia oleh Rangga Warsita, dua menghukum Ronggo Warsito dengan memancing kemarahan umat islam kepada Ronggo Warsito. Serat Dharmogandul isinya sangat bertentangan dengan fakta sejarah, diantaranya pasukan majapahit memakai senapan api ketika perang dengan demak, padahal senapan api baru dikenal setelah portugis/belanda masuk ke indonesia. Disampin itu dalam serat dgharmogandul belanda berusaha menyebarkan paham agama baru yang bersifat kedaerahan dan  belum pernah ada sebelumnya.
Secara umum buku Darmagandul banyak memiliki kesalahan data dalam mengungkapkan fakta sejarah. Oleh karena itu sulit dipastikan bahwa buku tersebut benar-benar ditulis pada masa peralihan antara keruntuhan Majapahit dan berdirinya Demak. Bukti lebih kuat justru menekankan bahwa buku tersebut di tulis di era belakangan pasca penjajahan bangsa Eropa di Bumi Nusantara. Oleh karena itu cerita sejarah dalam serat tersebut boleh diabaikan dari kedudukannya sebagai sebuah fakta.
Misalnya diceritakan bahwa dalam sebuah peperangan, tentara Demak yang terdiri dari orang-orang Giri mengalami kekalahan kerana tidak mampu menghadapi tentara Majapahit yang menggunakan bedhil (senapan) dan mimis (peluru). Hal tersebut diungkapkan sebagai berikut :
Dharmogandul

contoh kejanggalan pertama serat dharmogandul
… wadya Majapahit ambedili, dene wadya Giri pada pating jengkelang ora kelar nadhahi tibaning mimis

Bahasa Indonesia
Dari kalimat di atas, sulit dipahami bahwa tentara Majapahit telah mengenal senjata api berupa senapan. Sedangkan fakta sejarahnya, senapan dengan istilah bedil, baru dikenal oleh orang Jawa pasca kedatangan bangsa Eropa di bumi Nusantara. Maka jelas bahwa buku Darmagandul baru ditulis pasca kedatangan bangsa Eropa dan bukan pada masa peralihan antara kejatuhan Majapahit dan berdirinya kerajaan Demak sebagaimana diyakini sebagian kalangan.

contoh  kejanggalan kedua serat dhamogandul
Teks Asli Dharmogandul
Kula manawi tilêm ngantos 200 taun, sadangunipun kula tilêm tamtu wontên pêpêrangan sadherek mêngsah sami sadherek, ingkang nakal sami nêdha jalma, sami nêdha bangsanipun piyambak, dumugi sapriki umur-kula sampun 2000 langkung 3 taun, momong lajêr Jawi, botên wontên ingkang ewah agamanipun, nêtêpi wiwit sapisan ngestokakên agami Buddha. Sawêg paduka ingkang karsa nilar pikukuh luhur Jawi. Jawi têgêsipun ngrêti, têka narimah nama Jawan, rêmên manut nunut-nunut, pamrihipun damêl kapiran muksa paduka mbenjing ”, Sabdane Wiku tama sinauran gêtêr-patêr.
Bahasa Indonesia
Hamba kalau tidur sampai 200 tahun. Selama hamba tidur pasti ada peperangan, saudara melawan saudara, manusia yang jahat membunuhi manusia lainnya, membunuhi sesama bangsanya sendiri. Sampai sekarang umur hamba sudah 2000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, tetap memegang teguh agama Buddha sejak awal. Baru Paduka yang berkehendak meninggalkan ajaran luhur Jawa. Jawa artinya "tahu", "mengerti". Mau menerima berarti 'Jawan', hanya suka nurut ikut-ikutan, akan membuat sengsara muksa Paduka kelak," kata Sang Wikutama yang kemudian disambut halilintar bersahutan.

Sabdo Palon : Hamba ini Ratu Dang Hyang
Umur hamba sudah 2000 lebih 3 tahun
Yang bernama Manik Maya itu hamba
Yang namanya Semar itu hamba.
Sabdo Palon merupakan sahabat setia dari Prabu Brawijaya V di Kerajaan Majapahit. Dia selalu mendampingi Prabu Brawijaya kemanapun sang Prabu melangkahkan kaki. Konon kabarnya pada saat Kerajaan Majapahit diserang oleh Raden Patah (putra Prabu Brawijaya) yang dibantu oleh Walisongo, Sabdo Palon inilah satu-satunya sahabat yang mendampingi Prabu Brawijaya melarikan diri menuju Blambangan.
Mengenai jati diri siapa sebenarnya Sabdo Palon memang tidak begitu jelas identitasnya, tidak ada buku maupun dokumen ataupun naskah-naskah kuno yang membahasa tentang Sabdo Palon tersebut secara detil mulai dari kelahiran, kiprahnya di tanah Jawa hingga kabar keberadaannya. Meskipun demikian sedikit info maupun cuplikan cerita yang terdapat dalam Serat Darmogandul dapatlah dimengerti siap Sabdo Palon sebenarnya.
Dalam Serat Darmogandul pada bagian dialog antara Sunan Kalijaga dengan Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon, dapat ditemukan beberapa pengakuan Sabdo Palon yang menceritakan siapa sebenarnya dia.
Pertama, Sabdo Palon mengaku bahwa dirinya telah “berusia 2000 lebih 3 tahun”.
Apabila pengakuan ini benar adanya, maka usia yang mencapai hingga ribuan tahun tidaklah mungkin dialami oleh manusia, manusia kurang lebih usianya hanya berkisar antara 70 hingga 100 tahun. Usia yang mencapai hingga ribuan tahun hanya akan dialami oleh makhluk ciptaan Tuhan yang biasa kita sebut dengan Jin. Dengan pengakuan usia tersebut maka Sabdo Palon diprediksi merupakan makhluk Jin yang menjadi sahabat setia Prabu Brawijaya.
Kedua, Sabdo palon mengaku “Hamba ini Ratu Dang Hyang yang menjaga tanah Jawa, Siapa yang bertahta menjadi asuhan hamba”.
Apabila pengakuannya ini benar adanya, maka Sabdo Palon bukanlah pertama kali mengasuh raja Jawa dengan menjadi penasehat Prabu Brawijaya. Namun memang sudah menjadi pekerjaan dan sekaligus identitasnyalah sebagai penasehat dan pengasuh raja-raja Jawa. Bahkan konon dalam beberapa naskah kuno yang berisi ramalan mengenai keadaan Nusantara di masa depan bahwa kelak Sabdo palon inilah yang akan mengasuh Ratu Adil yang diyakini akan segera hadir di indonesia dalam waktu dekat ini.
Ketiga, Sabdo Palon menyatakan “yang bernama Manik Maya itu hamba, yang membuat kawah air panas di atas Gunung Mahameru itu semua hamba”.
Apabila pernyataan dia ini benar adanya, maka Sabdo Palon merupakan sosok yang sakti mandraguna pada jaman dulu kala melebihi kesaktian manusia. belum pernah terdengar hingga saat ini bahwa kawah dari gunung-gunung yang ada di Nusantara dibuat oleh manusia. Pernyataan dia tersebut mengisyaratkan kelebihannya dari manusia yang sakti mandaraguna pada masa lalu.
Keempat, Sabdo Palon menyatakan bahwa arti dari namanya yaitu “Sabda artinya kata-kata, Palon adalah kayu pengancing kandang, Naya artinya pandangan, Genggong artinya langgeng tidak berubah.”
Apabila pernyataan ini benar adanya, maka Sabdo Palon dapat memunculkan kata-kata yang dari kata-katanya tersebut dapat dipastikan terjadi dan menjadi kenyataan. Wajar saja bila di akhir pertemuan dengan Prabu Brawijaya Sabdo palon sempat memberikan ramalan mengenai keadaan Nusantara kelak di masa yang akan datang, katanya Nusantara akan mengalami huru hara di berbagai wilayah, dan banyak kalangan meyakini semua peristiwa yang terjadi saat ini di Indonesia merupakan perwujudan ramalan Sabdo Palon tersebut.
Kelima, Sabdo Palon menyatakan bahwa dirinyalah yang disebut “sebagai Semar artinya meliputi segala wujud”. identitas ini sangat diragukan karena Semar itu sampai detik ini masih samar dan tidak jelas sosoknya, antara wujud dan tak berujud, antara hayalan dan kenyataan, antara ada dan tidak ada. Untuk lebih jelasnya mengenai sosok Semar, dapat anda lihat pada tulisan saya dengan judul Semar sejatinya hayalan.
Beberapa pengakuan Sabdo Palon yang terdapat di dalam serat Darmogandul sepertinya tidak ada masalah yang berarti, semua kalangan dapat menerima pengakuan Sabdo Palon mengenai siapa dirinya begitu saja sesuai yang tersirat dalam naskah Darmogandul tersebut. Segala pernyataan Sabdo Palon kesemuanya diterima begitu saja dan dipercaya sebagai suatu kebenaran bahwa Sabdo Palon ya itulah seperti yang ada dalam serat Darmogandul. Cerita sejarah sepertinya ditelan mentah-mentah begitu saja apa adanya.
Masyarakat begitu saja menerima apa yang tersirat dalam Darmogandul sebagai suatu kebenaran dikarenakan mungkin masyarakat memang mengetahui secara pasti siapa sebenarnya Sabdo Palon, ataukah karena pengakuannya yang meyakinkan sebagai pengasuh raja, ataukah karena ramalannya yang sepertinya telah terbukti pada saat ini, ataukah juga karena kepercayaan Jawa atas budaya yang ditinggalkan oleh leluhur kita di Nusantara, ataukah sebenarnya masyarakat tidak tahu secara pasti dan hanya ikut-ikutan percaya saja, atau mungkin karena seagama sehingga dipercaya begitu saja apa yang ada dalam serat Darmogandul mengani Sabdo palon.
Padahal kalau mau menelaah lebih teliti lagi maka akan didapatkan adanya keganjilan-keganjilan dan beberapa keanehan nyata-nyata tersirat dalam serat Darmogandul tersebut. keanehan itu bila ditelusuri lebih lanjut maka identitas Sabdo Palon dan pernyataanya mengenai siapa dirinya akan diragukan, ada yang bisa diterima sebagai identitasnya tetapi juga ada yang tidak bisa diterima alias mustahil Sabdo Palon memiliki identitas tertentu, dan dimungkinkan pula identitas Sabdo Palon dalam serat Darmogandul hanya tipuan belaka. Semua yang tertulis dalam serat tersebut sengaja dibuat-buat dengan maksud untuk mempengaruhi masyarakat maupun juga untuk merendahkan sosok para Walisongo.
Silahkan anda baca kembali apa yang dikatakan Sabdo Palon dalam serat Darmogandul, antara satu ucapan dengan ucapan yang lainnya sepertinya bertentangan dan antara identitas yang satu dengan identitas lainnya mengenai diri Sabdo Palon saling berbenturan. Sekilas tidak akan terlihat bahkan mungkin anda akan meyakini beberapa identitas tersebut memang sejatinya Sabdo Palon, padahal terlihat bertentangan.
Berikut akan saya paparkan beberapa kejanggalan mengenai identitas Sabdo Palon dari pernyataannya yang mustahil untuk dapat dipercaya.
1. Sejarahnya Semar tidak mengaku Sabdo palon.
Apakah anda pernah mendengan cerita atau membaca naskah kuno bahwa Semar mengatakan bila dirinya adalah Sabdo Palon? sepertinya tidak akan pernah hal tersebut terdengar ke telinga kita semua. Sejauh ini yang saya ketahui mengenai Semar bahwa Semar merupakan pengasuh Pandawa Lima bersama 3 sosok punokawan lainnya yaiu Gareng, Petruk dan Bagong tetapi itu hanya dalam cerita wayang saja.
Sabdo Palon menyatakan bahwa dirinyalah yang disebut Semar, apa tidak salah tempat tuh. Seharusnya kalo Sabdo Palon itu memang benar-benar Semar, maka seharusnya Semar juga menyatakan bahwa dirinya yang kelak disebut Sabdo Palon sehingga akan terlihat adanya timbal balik yang sama. Ibarat uang yang memiliki 2 wajah berbeda namun satu sosok. Akan tetapi kenyataannya Semar tidak mengaku Sabdo Palon dan hanya Sabdo Palon saja yang manyatakan dirinya Semar. Ini fitnah! nyata-nyata Sabdo Palon memfitnah Semar, dia bisa berbuat apa saja bahkan perbuatan buruk dan kemudian mengaku Semar. Kurang ajar tuh Sabdo Palon telah membuat fitnah secara nyata. Sementara Semar sejatinya hayalan alias tidak ada, wah jadi ndak karuan ceritanya, amburadul kesana kemari.
2. Semar tidak sendirian namun bertiga.
Dalam cerita wayang dimanapun tempatnya di Nusantara, kemunculan Semar selalu didampingi oleh 3 sosok punokawan yaitu Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka berempat tampil bersama mengiringi para Pandawa khususnya si Arjuna. Tidak pernah terlihat Semar muncul mendampingi para Pandawa Lima tanpa 3 sosok Punokawan tersebut.
Lain cerita Sabdo Palon hanya sendirian, dia tidak didampingi siapapun dalam mengiringi Prabu Brawijaya melarikan diri dari kerajaan Majapahit. Sementara Noyo Genggong bukan sosok berbeda dengan Sabdo Palon, Sabdo Palon Noyo Genggong merupakan nama satu sosok yang memiliki arti sediri seperti yang disebut dalam Serat Darmogandul. Lantas dimana 3 Punokawan lainnya apabila memang Sabdo Palon sejatinya Semar? pertanyaan ini sepertinya tidak akan terjawab karena memang Sabdo Palon sendirian dan tidak memiliki teman apalagi 3 sosok teman. Apakah anda berpikir 3 sosok lainnya tidak ikut melarikan diri bersama Prabu Brawijaya, ataukah juga anda berpikir 3 sosok lainnya terbunuh ketika kerajaan Majapahit diserang Raden Patah dan Walisongo? tidak ada bukti keberadaan 3 sosok Punokawan yang biasa mendampingi Semar, maka Sabdo Palon bukanlah Semar.
3. Usia Sabdo Palon lebih lama dari Walisongo.
Ketahuilah bahwa yang namanya Punokawan mulai ada, muncul dan terdengar semenjak Walisongo berkiprah melancarkan misi dakwah di Nusantara. Sebelum itu tidak terdengar adanya sosok Punokawan tersebut mendampingi Pandawa Lima karena notabene cerita wayang di Indonesia berasal dari India yang disana tidak terdapat Punokawan mendampingi Pandawa Lima. Startegi dakwah para walisongo itulah yang menjadikan para Punokawan tersebut ada dan sepertinya nyata.
Ketika Sunan Kalijaga bertemu Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon, si Sabdo Palon mengaku telah berumur 2000 lebih 3 tahun. Padahal pada saat itu para Walisongo baru saja berkiprah menghadirkan Punokawan dalam dakwah mereka melalui kesenian wayang. Punokawan yang baru saja diciptakan dan dilahirkan oleh Walisongo tentu usianya masih muda, seratus tahun saja belum ada. Namun Sabdo palon mengaku telah berusia 2000 lebih 3 tahun, mana mungkin dipercaya kalo dia itu Semar, disaat Semar baru saja dilahirkan dia sudah berusia ribuan tahun.
4. Sabdo Palon seharusnya sahabat Sunan Kalijaga dan bukan Prabu Brawijaya.
Ingatlah ketika Prabu Brawijaya melarikan diri dari kerajaannya Majapahit, beliau di dampingi oleh sahabatnya Sabdo Palon. Keberadaan Sabdo Palon mendampingi Prabu Brawijaya dinilai tepat karena dia kan pengasuh Prabu Brawijaya sebagai raja Jawa. Akan tetapi apabila Sabdo Palon memang sejatinya Semar, posisi tersebut menjadi tidak tepat. Seharusnya yang namanya Semar itu mendampingi Sunan Kalijaga sebagai salah satu wali dari wali 3 serangkai yang menciptakan Punokawan, itupun kalo Semar memang sejatinya ada. Padahal Semar sejatinya tidak ada tuh.
Coba anda katakan bahwa Semar mendampingi Prabu Brawijaya melarikan diri dari kerajaan Majapahit, tuh kan aneh kedengarannya dan sangat janggal. Mana mungkin si Semar bersama Prabu Brawijaya, seharusnya kalo memang Sabdo Palon itu Semar maka kalimat yang tepat yaitu Semar bersama Sunan Kalijaga mengejar Prabu Brawijaya. Namun sejauh ini yang diceritakan bila Sunan Kalijaga tidak didampingi siapapun. Untuk itu sangat diragukan dan tidak mungkin sekali bahwa Sabdo Palon itu merupakan Semar.
5. Sabdo Palon tidak bersedia masuk islam.
Pernyataan Sabdo Palon yang menolak untuk masuk agama Islam atas penawaran Prabu Brawijaya merupakan hak asasi. Prabu Brawijaya tidak dapat memaksakan kehendak pada Sabdo Palon akan hal tersebut. Meskipun sebagai sahabat bahkan pengasuh tidak mengharuskan untuk beragama sama, jalinan persahabatan tetap akan terbina meskipun berbeda agama, yang terpenting adalah bisa saling memahami perbedaan tersebut. Akan tetapi Sabdo Palon memilih untuk meninggalkan Prabu Brawijaya karena kecewa Prabu telah mengganti keyakinannya.
Penolakan Sabdo Palon atas penawaran Prabu untuk masuk Islam menimbulkan kecurigaan. Apabila Sabdo Palon murni pengasuh raja-raja Jawa yang notabene beragama Buddha tentunya wajar saja bila menolak untuk berganti agama. Akan tetapi pengakuannya sebagai Semar dipertanyakan, karena Semar sebagai ciptaan walisongo merupakan Punokawan yang beragama islam. Kalaulah Sabdo Palon memang sejatinya Semar tentulah dia beragama islam tetapi kenyataannya dia beragama buddha sama dengan Prabu Brawijaya. Mana mungkin Sabdo Palon beragama Buddha dan Islam pada saat yang sama. Tidak masuk akal juga kalo Prabu Brawijaya mengajak Semar (Sabdo Palon) masuk Islam, Semarkan aslinya beragama islam, sudah islam kok ditawari masuk islam, masak jeruk minum jeruk, yang bener saja lah.
6. Sabdo Palon meremehkan Sunan Kalijaga.
Dalam kisah selanjutnya Sabdo Palon meremehkan kemampuan Sunan Kalijaga, apa yang dilakukan Sunan Kalijaga dengan membuat air berbau harum dianggap sebagai tipuan. Sabdo Palon menghinanya dengan pernyataannya bila kekuatan tersebut lebih rendah dari yang dimilikinya. Yah memang dapat dimengerti Sabdo Palon menghina kekuatan Sunan Kalijaga karena Sabdo Palon kan Ratu Dang Hyang yang mengasuh raja-raja Jawa tentunya sosok yang sangat sakti mandraguna bahkan konon katanya kawah gunung semuanya Sabdo Palon yang membuat. Woow hebat.
Meremehkan kekuatan Sunan Kalijaga dengan menghinanya sedemikian rupa bisa dimengerti karena Sabdo Palon sebagai sahabat Prabu Brawijaya sangat kecewa akan keputusan Prabu meninggalkan agama lama berganti agama Islam. Selain itu juga kekecewaannya atas penyerangan Sunan Kalijaga bersama Raden Patah dan wali lainnya menyerang kerajaan Majapahit sehingga wajarlah Sabdo Palon akhirnya marah-marah.
Namun posisi Sabdo Palon apabila memang dia Semar tidak mungkin akan beradu kekuatan bahkan menghina kekuatan Sunan Kalijaga. karena keberadaan Semar beserta Punokawan dimunculkan oleh Walisongo, tentunya sebagai Semar akan berpihak pada Sunan Kalijaga sebagai salah satu dari wali 3 serangkai bukannya malah menghinanya. Ini sudah kelihatan mustahil Sabdo Palon itu yang disebut Semar.
7. Sabdo Palon pengasuh Raja-raja Jawa dan Semar pengasuh Pandawa Lima.
Bacalah sekali lagi Serat Darmogandul, dalam serat tersebut ada bunyi pernyataan Sabdo Palon bahwa dia merupakan pengasuh raja-raja Jawa sejak dulu hingga nanti termasuk Prabu Brawijaya sebagai asuhannya, terlepas apakah pernyataan dia itu benar ato bohong belaka. Sedangkan dalam cerita wayang disebutkan bahwa Punokawan merupakan pengasuh Pandawa Lima khususnya Arjuna. Lihatlah ketika cerita wayang digelar, kemunculan Pandawa dalam cerita tersebut akan didiringi oleh para Punokawan yang setia kepada tuannya.
Dari data tersebut sudah sangat jelas adanya perbedaan yang sangat mencolok. Yang satu sebagai pengasuh raja-raja Jawa sementara yang satu lagi sebagai pengasuh para Pandawa. Apakah anda akan mengatakan bila para Pandawa merupakan raja Jawa, hihihi kok lucu sih. ataukah sebaliknya anda akan mengatakan bila Prabu Brawijaya merupana salah satu dari Pandawa, hmm apa lagi ini. Semua orang mengerti siap raja Jawa, siapa Pandawa dan keduanya tidak akan pernah menyatu menjadi satu, keduanya merupakan sosok yang berbeda. Jadi mustahil Sabdo Palon sebagai pengasuh Pandawa Lima maka mustahil pula Semar sebagai pengasuh Prabu Brawijaya.
Dari beberapa kejanggalan mengenai pernyataan Sabdo Palon yang mengaku bahwa dirinyalah yang namanya Semar. Akhirnya terbukti sudah bila apa yang dikatakan Sabdo Palon tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Sabdo Palon hanya ngaku-ngaku saja bahwa dirinya adalah Semar. Entah kenapa si Sabdo Palon ini berani sekali menyatakan hal yang tidak semestinya apalagi di depan raja Prabu Brawijaya. Dia merangkap jabatan begitu banyak seenaknya, mulai dari pengasuh raja-raja Jawa, sebagai Semar yang mengasuh Pandawa Lima, hingga mengaku sebagai Manik Maya yang membuat kawah gunung-gunung di Nusantara.
Bisa jadi itu semua palsu, apa yang dikatakannya semuanya palsu belaka. Bisa jadi Sabdo Palon ini adalah sosok Jin yang menunggu pohon besar dan rimbun daun-daunnya seperti pohon beringin. Karena melihat Prabu Brawijaya kelelahan dan beristirahat setelah melarikan diri, maka si Sabdo Palon ini mendekatinya dan ngobrol dengan sang Prabu. Alhasil sang Prabu percaya kepadanya dan dijadikannya sebagai sahabat untuk memerangi Walisongo. Kemudian setelah Prabu Brawijaya berhasil dibujuk Sunan Kalijaga untuk masuk Islam maka si Sabdo Palon sangat kesal lalu mengatakan bahwa dia pengasuh ini, pengasuh itu dan sebagainya dijadikan satu begitu saja

Belanda berusaha menciptakan agama/kepercayaan baru berharap bisa memecah belah persatuan, agama itu  yang bersifat kedaerahan seperti yang tertulis di dalam teks Dharmogandul sang penulis (belanda) berusaha menciptakan seolah agama jawa adalah agama paling awal yang datang ke nusantara, padahal kejawen adalah perpaduan agama islam, hindu, dan budaya jawa, artinya sebelumnya datang agama budha, hindu, islam, kristen, di jawa tidak ada yang namanya agama jawa.
Di Tanah Pasundan-pun Belanda membuat agama dan kepercayaan baru yang bersifat kedaerahan, mereka menyebut agama Sunda, padahal agama sunda wiwitan hanya-lah ada di daerah Banten Selatan yaitu Baduy, mereka sudah ada sebelum masuknya agama Hindu, Budha, Islam ke nusantara, dan mereka mengasingkan diri dari dunia luar sejak ratusan-ribuan tahun lalu, tetapi mereka tidak pernah mencela agama lain, bahkan mereka selalu melakukan upacara seban sebagai tanda setia kepada pemerintah setempat
Berbeda dengan agama sunda yang dibawa oleh Madrais dan Mei Kartasasmita, yang sebelumnya mereka itu juga muslim, ajaran yang dibawa mereka banyak mencela agama islam, mereka mengatakan bahwa islam adalah agama orang arab. Belanda melancarkan propaganda agama nusantara untuk memecah umat islam saat itu, pengalaman dalam perang jawa, imam bonjol, aceh, pengaruh islam sangat menakutkan pihak belanda. Faham agama baru di jawa barat, di Cigugur, Kuningan, sekitar tahun 1920-an, dibawa oleh Madrais mendeklarasikan agama jawa - sunda, para murid dan pengikutnya yang sebelumnya beragama islam dipaksa meninggalkan agamanya masing masing, dengan alasam agama islam adalah agama orang arab. Madrais menciptakan aturan aturan baru dalam religi kehidupan sehari hari, seperti pernikahan, kematian, dll, dengan berdasarkan budaya sunda yang diciptakan sendiri.  Di Ciparay Bandung, belanda mengutus Mei KArtasasmita, yang pernah mengenyam pendidikan katolik di sekolah yang didirikan oleh belanda di tanah pasundan, Mei yang mengaku dapat ilham di sebuah aliran sungai di subang, hampir sama dengan Madrais, Mei Kartasasmita dalam pahamnya menjunjung tinggi budaya sunda tetapi banyak mencela agama islam yang identik dengan budaya arab. Mereka mengganggap orang islam adalah tamu yang menghancurkan budaya sunda. Dalam sejarah yang ditulis versi penganut kepercayaan Cigugur, Madrais pernah dibuang keluar jawa oleh belanda, begitu juga dengan Mei Kartasasmita yang berjuang melawan belanda dengan bergabung dengan organisasi pergerakan nasional, tetapi kita tidak mengetahui teori konspirasi yang diterapkan belanda, seolah kedua orang ini melawan belanda. Seperti belanda meredam perang aceh dengan mengirimkan seorang belanda snouck hurgronye ke mekah untuk belajar agama islam. Snock Horgroye dikirim ke aceh setelah belajar banyak islam di Mekah, dan kita mengetahui belanda bisa memadamkan perang aceh. Setelah perang aceh usai Snock Hurgronye dikirim ke wilayah Jawa Barat, karena Jawa Barat termasuk penganut islam yang taat, ada peribahasa sunda islam, islam sunda, hampir semua orang sunda adalah islam. Snock Hurgronye tinggal lama di tatar sunda, bukan mustahil madrais, dan mei kartasasmita adalah orang yang dipilih snock hurgronye untuk memecah belah rakyat pasundan.
Pada perkembangan selanjutnya kelompok ini sering mengekspos diskriminasi yang diberikan kepada kelompoknya, mereka menuntut dicantumkan agama versi-nya, bisa dibayangkan jika ini dilaksanakan ada berapa ratus agama yg bersifat kedaerahan di Indonesia akan dicantumkan di KTP, di tatar sunda sendiri ada banyak kepercayaan daerah seperti cirebon, indramayu, banten, dll. Sempat ada usulan kolom agama agar dihilangkan agar tidak terlihat diskriminasi terhadap minoritas agma kepercayaan, jika hal ini terlaksana justru akan mengorbankan mayoritas penganut agama lain demi minoritas,   bahkan Anis Jatisunda menulis secara terbuka menyerukan kepada orang sunda untuk meninggalkan agama yang dianut mayoritas sunda yaitu islam untuk kembali ke agama sunda seperti yang tertulis di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar